Bullying Non Verbal : Bentuk Perundungan Terselubung yang Merusak Mental

Oleh : Siti Sholikah, SIswa Kelas X

Bullying atau perundungan merupakan masalah serius yang terjadi di berbagai lingkungan, mulai dari sekolah hingga tempat kerja. Seringkali, kita terpaku pada bentuk bullying verbal, seperti hinaan dan ancaman langsung. Namun, bullying non-verbal, atau perundungan tanpa kata-kata, juga merupakan bentuk perundungan yang sama berbahayanya dan seringkali lebih sulit dideteksi. Bullying non-verbal meliputi berbagai tindakan yang bertujuan untuk menyakiti, mengintimidasi, atau mengecualikan seseorang tanpa menggunakan kata-kata. Tindakan ini dapat meninggalkan luka emosional yang mendalam dan berdampak jangka panjang pada korban. Memahami dan mengatasi bullying non-verbal sama pentingnya dengan mengatasi bentuk bullying lainnya.

Melihat dari lingkungan sekitar yang terjadi, Bullying non-verbal memiliki beberapa permasalahan utama:

 1. Sulit dideteksi:  Karena tidak melibatkan kata-kata, bullying non-verbal seringkali sulit dikenali dan dilaporkan. Korban mungkin merasa bingung dan kesulitan menjelaskan apa yang mereka alami. Guru, orang tua, dan pihak berwenang pun mungkin kesulitan untuk mengidentifikasi dan menanganinya.

 2. Dampak psikologis:  Meskipun tidak melibatkan kata-kata, bullying non-verbal dapat menyebabkan dampak psikologis yang serius pada korban, seperti kecemasan, depresi, rendah diri, dan isolasi sosial. Korban mungkin mengalami penurunan prestasi akademik atau kinerja kerja, serta kesulitan dalam membangun hubungan sosial yang sehat.

 3. Kurangnya kesadaran:  Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang bullying non-verbal menyebabkan minimnya upaya pencegahan dan penanganan yang efektif. Banyak orang masih belum menyadari bahwa tindakan-tindakan non-verbal tertentu dapat dikategorikan sebagai bullying.

Bentuk-bentuk bullying non-verbal bermacam-macam diantaranya :

– Kontak fisik:  Dorongan, tolakan, atau sentuhan yang tidak diinginkan.

– Ekspresi wajah dan bahasa tubuh:  Tatapan mata yang mengancam, cemberut, atau gestur tubuh yang mengintimidasi.

– Isolasi sosial:  Mengecualikan seseorang dari kelompok, mengabaikan, atau menyebarkan gosip.

– Cyberbullying non-verbal:  Menggunakan media sosial untuk menyebarkan gambar atau video yang mempermalukan, atau melakukan ghosting (menghilangkan kontak secara tiba-tiba).

– Penggunaan barang pribadi:  Mencuri, merusak, atau menyembunyikan barang milik korban.

Dampak bullying non-verbal dapat sangat merusak. Korban seringkali merasa tidak berdaya dan sendirian, karena sulit membuktikan apa yang mereka alami.  Ketidakmampuan untuk mengartikulasikan pengalaman mereka dapat memperburuk perasaan terisolasi dan tertekan.  Hal ini dapat berujung pada masalah kesehatan mental jangka panjang, seperti gangguan kecemasan dan depresi.

Menyadari berbagai masalah tersebut yang ditimbulkan dari bullying non-verbal, saya sebagai seorang siswi SMA merasa harus ikut berkontribusi terhadap pencegahan dari bullying non-verbal yang sudah terjadi dimana-mana. Yaitu dengan cara menunjukkan sikap positif dan menghargai orang lain. Melalui tindakan kecil, seperti tersenyum atau menyapa, dapat membuat perbedaan besar dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik. Jika menyaksikan atau mengalami bullying non-verbal, penting untuk melaporkannya kepada guru.

Meskipun sulit, melaporkan tindakan bullying adalah langkah penting untuk menghentikannya. Bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menciptakan kebijakan anti-bullying yang jelas. Siswa dapat memberikan masukan atau membantu dalam merancang program pencegahan bullying.

Bullying non-verbal merupakan bentuk kekerasan yang serius dan perlu mendapat perhatian lebih. Meningkatkan kesadaran tentang berbagai bentuk bullying non-verbal dan dampaknya sangat penting. Pendidikan dan pelatihan bagi guru, orang tua, dan masyarakat umum tentang cara mengenali dan mengatasi bullying non-verbal sangat diperlukan. Penting juga untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif, di mana korban merasa aman untuk melaporkan pengalaman mereka tanpa takut akan stigma atau pembalasan. Sekolah dan tempat kerja perlu memiliki kebijakan yang jelas dan mekanisme pelaporan yang efektif untuk menangani bullying non-verbal.  Intervensi dini dan dukungan psikologis bagi korban sangat penting untuk membantu mereka mengatasi trauma dan membangun kembali kepercayaan diri.